Juni 2015

Jumat, 05 Juni 2015

MAKALAH PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA


Tugas Makalah disusun oleh :
Hafizh Elgia Ahadin
1KA37
Fakultas ILKOM
Jurusan Sistem Informasi

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
            Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Koruptor selalu di vonis bersalah oleh publik sebagai orang yang bertanggung jawab atas mandegnya pembangunan negara. Berbagai upaya telah di lakukan untuk menaggulangi tindak pidana korupsi di negara ini dan di belahan dunia lainnya.. Di antaranya di keluarkannya undang-undang TIPIKOR beserta lembaga peradilannya. Maka dari itulah, persoalan sejarah panjang Tindak Pidana Korupsi hampir berbanding lurus dengan hukum tentang Tindak Pidana Korupsi.
            Dalam hal pembentukan hukum TIPIKOR saat ini ( Ius Constitutum) dan hukum di masa yang akan datang ( Ius Constituendum ), sejarah hukum sangat menentukan dalam pembentukan serta pembangunan hukum TIPIKOR. Sejarah hukum sering kali di jadikan referensi untuk pembentukan serta pembangunan hukum saat ini dan di masa yang akan datang.

B.     Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari korupsi itu sendiri?
2. Upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk pemberantasan korupsi?
3. Bagaimana sejarah hukum TIPIKOR di Indonesia?

C.    Tujuan
1. Mengetahui arti mengenai korupsi
2. Mengetahui sejarah hukum TIPIKOR di Indonesia
3. Mengetahui bagaimana cara memberantas TIPIKOR menurut UU


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Korupsi
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomiannegara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yangmemperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaanuang negara untuk kepentingannya
Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi, sebagai berikut :
·         Selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
·         Pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi perbuatan korupsi tersebut.
·         Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
·         Berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
·         Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
·         Pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada masyarakat umum.
·         Setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.
·         Dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

B.     Sejarah Hukum TIPIKOR di Indonesia
Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui bebrapa masa perubahan perundang- undangan. Istilah korupsi sebagai istilah yuridis baru digunakan tahun 1957, yaitu dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di daerah kekuasaan Angakatan Darat (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957). Kemudian ada lagi Tim Pemberantasan Korupsi tahun 1960 dengan munculnya Perppu tentang pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Perpu itu lalu dikukuhkan menjadi UU No.24/1960. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melancarkan “Operasi Budhi”, khususnya untuk mengusut karyawan-karyawan ABRI yang dinilai tidak becus. Waktu itu perusahaan-perusahaan Belanda diambil-alih dan dijadikan BUMN, dipimpin oleh para perwira TNI. “Operasi Budhi” antara lain mengusut Mayor Suhardiman (kini Mayjen TNI Pur) meskipun akhirnya dibebaskan dari dakwaan.
            Beberapa peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia   sebagai berikut:
1.      Masa Peraturan Penguasa Militer, yang terdiri dari:
·         Pengaturan yang berkuasa Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Rumusan korupsi menurut perundang- undangan ini ada dua yaitu, tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan material baginya.
·         Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang- orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan (perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi. Badan yang dimaksud adalah Pemilik Harta Benda (PHB).
·         Peraturan Penguasaan Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda (PHB) untuk melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lainnya, sambil menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi.
·         Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan darat Nomor PRT/PEPERPU/031/1958 serta peraturan pelaksananya.
·         Peraturan Penguasaan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor PRT/z.1/I/7/1958 tanggal 17 April 1958 (diumumkan dalam BN Nomor 42/58). Peraturan tersebut diberlakukan untuk wilayah hukum Angkatan Laut.
2.      Masa Undang- Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.[14] Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Anti Korupsi, yang merupakan peningkatan dari berbagai peraturan. Sifat Undang- Undang ini masih melekat sifat kedaruratan, menurut pasal 96 UUDS 1950, pasal 139 Konstitusi RIS 1949.20 Undang- Undang ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1960 yang tertera dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1961.
3.      Masa Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19, TNLRI 2958) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.      Masa Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40, TNLRI 387), tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian diubah dengan undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 (LNRI 2001-134, TNLRI 4150), tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002 dikeluarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 (LNRI 2002-137. TNLRI 4250) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

C.    Cara Pemberantasan Korupsi Berdasarkan UU TIPIKOR
            Serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksanaan sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut pemberantasan korupsi (UU 30/2002 Pasal 1 butir 3).Dasar hukum pemberantaran tidak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
a.       UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b.      UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
c.       UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d.      UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e.       Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
f.       UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
g.      UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
h.      Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
i.        Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
j.        Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.

·         Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
            Selain membentuk undang-undang pemberantasan korupsi, pemerintah juga membentuk lembaga untuk menangani korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembentukan KPK ini merupakan amanat dari Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Pasal 43, yaitu perlunya dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
            Komisi ini diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya dapat disingkat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan pembentukan komisi tersebut adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut pemberantasan tindak pidana korupsi.
            Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas pimpinan yang terdiri atas lima anggota, pegawai yang bertugas sebagai pelaksana tugas, dan tim penasihat yang terdiri atas empat anggota. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi disusun atas ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua, masing-masing merangkap anggota. KPK mempunyai tugas sebagai berikut:
a.       Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b.      Koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.       Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
d.      Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
e.       Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
f.       Memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.
g.      Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
h.      Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
i.        Tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
j.        Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
Untuk mewujudkan visi pemberantasan korupsi Indonesia yang bebas dan korupsi, maka diperlukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi yang handal, seperti:
a.       penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan sosialisasi
b.      peningkatan efektivitas sistem petaporan kekayaan penyelenggaraan negara
c.       penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasi
d.      pengkajian dan penyampaian saran perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang berindikasikan korupsi, dan
e.       penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung pemberantasan korupsi.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Untuk mewujudkan visi pemberantasan korupsi Indonesia yang bebas dan korupsi, maka diperlukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi yang handal, seperti penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan sosialisasi, peningkatan efektivitas sistem petaporan kekayaan penyelenggaraan negara, penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasi, pengkajian dan penyampaian saran perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang berindikasikan korupsi, dan penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung pemberantasan korupsi.
B.     Saran
Tindakan yang tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan melakukan pencegahan sejak dini terhadap individual baik secara preventif, deduktif, dan represif. Karena dengan di sosialisasikan mengenai korupsi sejak dini seperti mengajarkan anak-anak untuk jujur dalam hal sekecil apapun, jika dalam hal yg kecil saja anak-anak sudah berbohong maka bukan tidak mungkin nantinya mereka akan melakukan hal-hal negatif yang menyangkut korupsi. Akan tetapi, untuk memberantas korupsi yang sudah terjadi agar tidak terulang lagi di masa mendatang maka dilakukan tindak pidana hukum jera kepada para pelakunya seperti yang telah disebutkan di atas.

DAFTAR PUSTAKA