Tugas Makalah disusun oleh :
Hafizh Elgia Ahadin
1KA37
Fakultas ILKOM
Jurusan Sistem Informasi
PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi di Indonesia dewasa
ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya
yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang
sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan
dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya
di luar batas kewajaran. Koruptor selalu di vonis bersalah oleh publik sebagai
orang yang bertanggung jawab atas mandegnya pembangunan negara. Berbagai upaya
telah di lakukan untuk menaggulangi tindak pidana korupsi di negara ini dan di
belahan dunia lainnya.. Di antaranya di keluarkannya undang-undang TIPIKOR
beserta lembaga peradilannya. Maka dari itulah, persoalan sejarah panjang
Tindak Pidana Korupsi hampir berbanding lurus dengan hukum tentang Tindak
Pidana Korupsi.
Dalam hal pembentukan hukum
TIPIKOR saat ini ( Ius Constitutum) dan hukum di masa yang akan datang ( Ius
Constituendum ), sejarah hukum sangat menentukan dalam pembentukan serta
pembangunan hukum TIPIKOR. Sejarah hukum sering kali di jadikan referensi untuk
pembentukan serta pembangunan hukum saat ini dan di masa yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari korupsi itu sendiri?
2. Upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk pemberantasan korupsi?
3. Bagaimana sejarah hukum TIPIKOR di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui arti mengenai korupsi
2. Mengetahui sejarah hukum TIPIKOR di Indonesia
3. Mengetahui bagaimana cara memberantas TIPIKOR menurut UU
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya
diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomiannegara. Jadi, unsur
dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yangmemperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaanuang negara untuk kepentingannya
Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi, sebagai berikut :
·
Selalu melibatkan lebih dari dari satu orang.
Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau
penggelapan.
·
Pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama
motif yang melatarbelakangi perbuatan korupsi tersebut.
·
Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan
timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
·
Berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran
hukum.
·
Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang
memiliki kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
·
Pada setiap tindakan mengandung penipuan,
biasanya pada badan publik atau pada masyarakat umum.
·
Setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang
kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.
·
Dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk
menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.
B.
Sejarah
Hukum TIPIKOR di Indonesia
Di Indonesia langkah-
langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah
dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui bebrapa masa
perubahan perundang- undangan. Istilah korupsi sebagai istilah yuridis baru
digunakan tahun 1957, yaitu dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang
berlaku di daerah kekuasaan Angakatan Darat (Peraturan Militer Nomor
PRT/PM/06/1957). Kemudian ada lagi Tim Pemberantasan Korupsi tahun 1960 dengan
munculnya Perppu tentang pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana
korupsi. Perpu itu lalu dikukuhkan menjadi UU No.24/1960. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah melancarkan “Operasi Budhi”, khususnya untuk mengusut
karyawan-karyawan ABRI yang dinilai tidak becus. Waktu itu
perusahaan-perusahaan Belanda diambil-alih dan dijadikan BUMN, dipimpin oleh
para perwira TNI. “Operasi Budhi” antara lain mengusut Mayor Suhardiman (kini
Mayjen TNI Pur) meskipun akhirnya dibebaskan dari dakwaan.
Beberapa peraturan yang mengatur
mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia sebagai
berikut:
1. Masa Peraturan Penguasa Militer, yang
terdiri dari:
·
Pengaturan
yang berkuasa Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan
Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Rumusan korupsi
menurut perundang- undangan ini ada dua yaitu, tiap perbuatan yang dilakukan
oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang
lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung
menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Tiap perbuatan yang dilakukan
oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan
kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan
langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan material baginya.
·
Peraturan
Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang
berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang- orang yang
dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan
(perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi. Badan yang dimaksud adalah
Pemilik Harta Benda (PHB).
·
Peraturan
Penguasaan Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar
hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda (PHB) untuk
melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lainnya,
sambil menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi.
·
Peraturan
Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan darat Nomor PRT/PEPERPU/031/1958
serta peraturan pelaksananya.
·
Peraturan
Penguasaan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor PRT/z.1/I/7/1958
tanggal 17 April 1958 (diumumkan dalam BN Nomor 42/58). Peraturan tersebut
diberlakukan untuk wilayah hukum Angkatan Laut.
2.
Masa Undang- Undang Nomor 24/Prp/Tahun
1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
[14] Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang- Undang Anti Korupsi, yang merupakan peningkatan dari berbagai
peraturan. Sifat Undang- Undang ini masih melekat sifat kedaruratan, menurut
pasal 96 UUDS 1950, pasal 139 Konstitusi RIS 1949.20 Undang- Undang ini merupakan
perubahan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 24 Tahun
1960 yang tertera dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1961.
3. Masa Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971
(LNRI 1971-19, TNLRI 2958) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Masa Undang- Undang Nomor 31 Tahun
1999 (LNRI 1999-40, TNLRI 387), tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
kemudian diubah dengan undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 (LNRI 2001-134, TNLRI
4150), tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002
dikeluarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 (LNRI 2002-137. TNLRI 4250)
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
C. Cara Pemberantasan Korupsi Berdasarkan UU
TIPIKOR
Serangkaian tindakan untuk
mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksanaan sidang pengadilan)
dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku disebut pemberantasan korupsi (UU 30/2002 Pasal 1 butir
3).Dasar hukum pemberantaran tidak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
a.
UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
b.
UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan
Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
c.
UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
d.
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
e.
Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang
Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
f.
UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
g.
UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
h.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor
5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
i.
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
j.
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK.
·
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
Selain
membentuk undang-undang pemberantasan korupsi, pemerintah juga membentuk
lembaga untuk menangani korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pembentukan KPK ini merupakan amanat dari Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 Pasal 43, yaitu perlunya dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Komisi ini diatur dalam
Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang selanjutnya dapat disingkat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tujuan pembentukan komisi tersebut adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. serangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Struktur Komisi Pemberantasan
Korupsi terdiri atas pimpinan yang terdiri atas lima anggota, pegawai yang
bertugas sebagai pelaksana tugas, dan tim penasihat yang terdiri atas empat anggota.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi disusun atas ketua merangkap anggota dan
empat orang wakil ketua, masing-masing merangkap anggota. KPK mempunyai tugas
sebagai berikut:
a.
Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b.
Koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.
Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
d.
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
e.
Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi.
f.
Memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.
g.
Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan
tindak pidana korupsi.
h.
Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi.
i.
Tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi.
j.
Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
Untuk
mewujudkan visi pemberantasan korupsi Indonesia yang bebas dan
korupsi, maka diperlukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi
yang handal, seperti:
a.
penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat
dan sosialisasi
b.
peningkatan efektivitas sistem petaporan kekayaan
penyelenggaraan negara
c.
penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan
sosialisasi
d.
pengkajian dan penyampaian saran perbaikan atas
sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang berindikasikan
korupsi, dan
e.
penelitian dan pengembangan teknik dan metode
yang mendukung pemberantasan korupsi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Untuk mewujudkan visi pemberantasan korupsi Indonesia yang bebas dan
korupsi, maka diperlukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi
yang handal, seperti penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan
sosialisasi, peningkatan efektivitas sistem petaporan kekayaan penyelenggaraan
negara, penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasi, pengkajian dan
penyampaian saran perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan
masyarakat yang berindikasikan korupsi, dan penelitian dan pengembangan teknik
dan metode yang mendukung pemberantasan korupsi.
B. Saran
Tindakan yang tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan melakukan
pencegahan sejak dini terhadap individual baik secara preventif, deduktif, dan
represif. Karena dengan di sosialisasikan mengenai korupsi sejak dini seperti
mengajarkan anak-anak untuk jujur dalam hal sekecil apapun, jika dalam hal yg
kecil saja anak-anak sudah berbohong maka bukan tidak mungkin nantinya mereka akan
melakukan hal-hal negatif yang menyangkut korupsi. Akan tetapi, untuk
memberantas korupsi yang sudah terjadi agar tidak terulang lagi di masa
mendatang maka dilakukan tindak pidana hukum jera kepada para pelakunya seperti
yang telah disebutkan di atas.
DAFTAR PUSTAKA